Perkembangan Akuntansi Lingkungan
Keadaan teknologi pada kehidupan manusia tentu mempengaruhi keseimbangan
lingkungan hidup yang berada disekitar manusia. Perkembangan teknologi yang pesat seperti saat revolusi industri menimbulkan suatu gaya hidup yang baru yang kadang kala ikut mencemari keberadaan lingkungan hidup. Munculnya kapitalisme yang dipelopori oleh Amerika Utara membuat pandangan bahwa manusia tidak perlu menghitung biaya terhadap air, tanah, udara dan sumber daya alam lain karena manusia memilikinya dalam jumlah yang sangat besar. Manusia hanya perlu menghitung transaksi jual beli semata (Rubenstein (1989), dalam Halim, Irawan, 1998). Akuntansi tidak dapat menghitung biaya konsumsi sumber daya alam esensial, karena tidak semua biaya tersebut dapat diukur dalam skala moneter.
Pada tahun 1992, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan Konferensi Lingkungan dan Pembangunan atau Earth Summit di Rio de Janeiro untuk membahas pembangunan yang berkelanjutan. Seperti yang tercantum dalam preamble of agenda-21, sebuah rencana telah disepakati oleh lebih dari 178 pemerintah yang hadir. Dalam konferensi tersebut membahas tentang semakin besar kesadaran akan masalah lingkungan akan meningkatkan kesejahteraan di masa mendatang. Agenda 21 merekomendasikan agar negara-negara menerapkan akuntansi lingkungan (INTOSAI Working Group on Environmental Auditing, 2010).