Pelaporan Akuntansi Lingkungan

Pelaporan Akuntansi Lingkungan
Pelaporan Akuntansi Lingkungan

Akuntansi lingkungan pada dasarnya menuntut kesadaran perusahaan yang telah mengambil manfaat dari lingkungan untuk meningkatkan usaha meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan. Dari sudut pandang lingkungan (environmental cost) dan manfaat biata (cost benefit) pelaporan akuntansi lingkungan akan meningkatkan usaha pengelolaan lingkungan sehingga memungkinkan perusahaan mengurangi dan menghapus biaya-biaya lingkungan serta memperbaiki kinerja lingkungan dari dampak negatif yang terjadi demi kesinambungan perusahaan itu sendiri. Akuntansi lingkungan sebagai aspek akuntansi manajemen melayani manajer dalam pengambilan keputusan.

Tujuan dari Akuntansi lingkungan itu sendiri adalah untuk menyediakan informasi biaya lingkungan yang relevan bagi mereka yang memerlukan. Keberhasilan akuntansi lingkungan bukan saja tergantung pada ketepatan dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan. Akan tetapi kemampuan dan keakuratan data kauntansi perusahaan dalam meekan dampak lingkungan yang timbul dari aktivitas perusahaan. Tujuan dikembangkannya Akuntansi Lingkungan adalah untuk digunakan sebagai alat manajemen lingkungan dan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat. Pentingnya praktik akuntansi lingkungan bagi perusahaan berkaitan dengan fungsi internal dan eksternal.

Pengungkapan yang dilakukan dalam akuntansi lingkungan harus mencerminkan keadaan aktual perusahaan. Data aktual yang diungkapkan berguna untuk memberikan pemahaman yang konsisten kepada stakeholder tentang data akuntansi lingkungan tersebut. Format yang digunakan untuk pelaporan didasarkan pada Environmental Accounting Guidelines merinci cara pengungkapan yang dilakukan perusahaan dari data akuntansi yang dikumpulkan oleh perusahaan.

Pada dasarnya belum ada yang aturan khusus mengenai pelaporan akuntansi lingkungan akan tetapi penerapan akuntansi lingkungan ini sudah tercantum dalam PSAK No 1 Paragraf kesembilan menyatakan bahwa perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan nilai tambah (value added statement) khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup dan bagi industri yang mengganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.

Pada PSAK No. 1 paragraf kesembilan diatas belum secara jelas menjelaskan tentang bagaimana pelaporan akuntansi lingkungan akan tetapi dalam rerangka pikir pernyataan standar akuntansi keuangan menjelaskan bahwa “apabila tidak ada landasan yang detail dalam standar akuntansi keuangan (PSAK) dapat menggunakan landasan yang mendasar seperti peraturan pemerintah untuk industri, pedoman atau praktik akuntansi dan simpulan riset atau pendapat dari beberapa ahli sepanjang pengaturan tersebut tidak bertentangan dengan landasan konseptual atau prinsip yang digunakan dilandasan operasional”.

Dengan demikian, perusahaan dapat menggunakan pedoman atau praktik akuntansi lingkungan yang telah dikembangkan oleh organisasi internasional seperti International Federation of Accountants (IFAC) atau United Nations Environment Programme (UNEP) sebagai acuan dalam pelaporan akuntansi lingkungan.

Namun, perlu diingat bahwa pelaporan akuntansi lingkungan tidak hanya terbatas pada penjabaran biaya-biaya lingkungan yang telah dibuat perusahaan, tetapi juga harus mencakup analisis dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan dan rencana aksi untuk mengurangi atau menghilangkan biaya-biaya lingkungan tersebut.

Dalam prakteknya, pelaporan akuntansi lingkungan dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. Identifikasi dan penggolongan biaya-biaya lingkungan
2. Analisis dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan
3. Penentuan tujuan dan rencana aksi untuk mengurangi atau menghilangkan biaya-biaya lingkungan
4. Pengembangan sistem pelaporan akuntansi lingkungan yang efektif dan efisien
5. Penerapan sistem pelaporan akuntansi lingkungan dan monitoring terus-menerus.

Dengan melakukan pelaporan akuntansi lingkungan yang efektif dan efisien, perusahaan dapat meningkatkan kinerja lingkungannya dan mencapai keberlanjutan bisnis.

Selain itu, pelaporan akuntansi lingkungan juga dapat membantu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan stakeholder, seperti investor, pelanggan, dan masyarakat, yang semakin meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kinerja lingkungan.

Dalam konteks ini, perusahaan dapat menggunakan beberapa metode pelaporan akuntansi lingkungan, seperti:

1. Metode “Triple Bottom Line” (TBL) yang mempertimbangkan kinerja lingkungan, social, dan ekonomi perusahaan.
2. Metode “Environmental Cost Accounting” yang memfokuskan pada biaya-biaya lingkungan yang dibuat perusahaan.
3. Metode “Sustainability Reporting” yang mempertimbangkan kinerja lingkungan, social, dan ekonomi perusahaan dalam konteks keberlanjutan.

Dalam menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan, perusahaan juga perlu mempertimbangkan beberapa prinsip, seperti:

1. Prinsip transparansi dan kejujuran dalam pelaporan.
2. Prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab perusahaan terhadap kinerja lingkungan.
3. Prinsip keberlanjutan dan kesinambungan bisnis.
4. Prinsip integritas dan kepatuhan terhadap standar dan pedoman yang berlaku.

Dengan demikian, pelaporan akuntansi lingkungan dapat menjadi alat yang efektif bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungan dan mencapai keberlanjutan bisnis, serta memenuhi kebutuhan stakeholder dan masyarakat.

Namun, perlu diingat bahwa pelaporan akuntansi lingkungan masih merupakan suatu konsep yang baru dan sedang berkembang, sehingga perlu dilakukan penelitian dan analisis lebih lanjut untuk memahami potensi dan tantangan dalam menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan.

Salah satu contoh pelaporan akuntansi lingkungan yang efektif adalah pelaporan akuntansi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar di dunia, seperti Toyota, IBM, dan Coca-Cola. Mereka telah mengembangkan sistem pelaporan akuntansi lingkungan yang efektif dan efisien, yang mempertimbangkan kinerja lingkungan, social, dan ekonomi perusahaan.

Dalam pelaporan akuntansi lingkungan, perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan beberapa metode, seperti:

1. Metode “Life Cycle Assessment” (LCA) yang mempertimbangkan dampak lingkungan dari produk atau jasa perusahaan sejak tahap produksi hingga tahap akhir.
2. Metode “Greenhouse Gas (GHG) Protocol” yang mempertimbangkan emisi gas rumah kaca perusahaan dan rencana aksi untuk mengurangi emisi tersebut.
3. Metode “Global Reporting Initiative (GRI)” yang mempertimbangkan kinerja lingkungan, social, dan ekonomi perusahaan dalam konteks keberlanjutan.

Dalam menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan, perusahaan-perusahaan tersebut juga mempertimbangkan beberapa prinsip, seperti:

1. Prinsip transparansi dan kejujuran dalam pelaporan.
2. Prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab perusahaan terhadap kinerja lingkungan.
3. Prinsip keberlanjutan dan kesinambungan bisnis.
4. Prinsip integritas dan kepatuhan terhadap standar dan pedoman yang berlaku.

Dengan demikian, pelaporan akuntansi lingkungan dapat menjadi alat yang efektif bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungan dan mencapai keberlanjutan bisnis, serta memenuhi kebutuhan stakeholder dan masyarakat.

Namun, perlu diingat bahwa pelaporan akuntansi lingkungan masih merupakan suatu konsep yang baru dan sedang berkembang, sehingga perlu dilakukan penelitian dan analisis lebih lanjut untuk memahami potensi dan tantangan dalam menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan.

Dalam konteks Indonesia, pelaporan akuntansi lingkungan masih belum menjadi suatu keharusan bagi perusahaan, namun beberapa perusahaan besar di Indonesia telah mulai menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan sebagai bagian dari strategi keberlanjutan bisnis mereka.

Salah satu contoh perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan adalah PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Telkom telah mengembangkan sistem pelaporan akuntansi lingkungan yang efektif dan efisien, yang mempertimbangkan kinerja lingkungan, social, dan ekonomi perusahaan.

Dalam pelaporan akuntansi lingkungan, Telkom menggunakan beberapa metode, seperti:

1. Metode “Life Cycle Assessment” (LCA) yang mempertimbangkan dampak lingkungan dari produk atau jasa perusahaan sejak tahap produksi hingga tahap akhir.
2. Metode “Greenhouse Gas (GHG) Protocol” yang mempertimbangkan emisi gas rumah kaca perusahaan dan rencana aksi untuk mengurangi emisi tersebut.
3. Metode “Global Reporting Initiative (GRI)” yang mempertimbangkan kinerja lingkungan, social, dan ekonomi perusahaan dalam konteks keberlanjutan.

Telkom juga telah mengembangkan beberapa strategi untuk meningkatkan kinerja lingkungan, seperti:

1. Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan energi alternatif.
2. Menghemat penggunaan air dan mengurangi limbah.
3. Mengembangkan program lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Dengan demikian, Telkom telah menjadi salah satu perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan sebagai bagian dari strategi keberlanjutan bisnis mereka.

Selain Telkom, beberapa perusahaan lain di Indonesia juga telah menerapkan pelaporan akuntansi lingkungan, seperti:

1. PT Pertamina (Persero) yang telah mengembangkan sistem pelaporan akuntansi lingkungan yang efektif dan efisien.
2. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang telah mengembangkan strategi keberlanjutan bisnis yang mempertimbangkan kinerja lingkungan.
3. PT Unilever Indonesia Tbk yang telah mengembangkan program lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Dengan demikian, pelaporan akuntansi lingkungan telah menjadi suatu bagian penting dari strategi keberlanjutan bisnis beberapa perusahaan di Indonesia.

REFERENSI

  • IFAC. (2013). Environmental Management Accounting: A Guide for Small and Medium-Sized Enterprises (SMEs).
  • Peraturan Akuntansi Keuangan (PAK) No. 1 Paragraf 9. (n.d.). Pelaporan Akuntansi Lingkungan.
  • Telkom Indonesia. (2020). Laporan Keberlanjutan 2020. Jakarta: Telkom Indonesia.
Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...