Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
A. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak tidak langsung, yang pada akhirnya dikenakan kepada konsumen terakhir dari barang atau jasa kena pajak (Djoko Muljono, 2008 : 01).
B. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7 ayat 1, tarif PPN adalah sebagai berikut :
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) Tarif Pajak Pertambahan Nilai barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan tarif tunggal yang dikenakan terhadap semua jenis barang kena pajak dan jasa kena pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat dinaikkan menjadi setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dan serendah-rendahnya 5% (lima persen).
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak sebesar 0% dikenakan atas ekspor barang kena pajak. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% bukan berarti pembebesan dari pengenaan pajak pertambahan nilai, agar Pajak Masukan yang telah dibayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor tersebut dapat dikreditkan.
Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal sehingga mudah dalam pelaksanaannya, tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.
C. Mekanisme Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Mekanisme pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan melakukan pemungutan, perhitungan, pembayaran, dan melaporkan PPN pada transaksi setiap bulannya.
Dalam melakukan pemungutan PPN, Perusahaan perlu mengetahui tentang pengertian Harga Jual dan Harga Pembayaran. Harga jual dapat diartikan sebagai harga yang diminta oleh rekanan atas pembelian barang belum termasuk PPN. Sedangkan harga pembayaran dapat diartikan sebagai pembayaran yang dilakukan oleh Perusahaan sudah termasuk PPN. Jika Perusahaan melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak (BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka Perusahaan tersebut wajib memungut PPN.
Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga memiliki permasalahan yang timbul dalam perhitungan PPN baik yang kurang bayar maupun yang lebih bayar adalah ketidaktahuan Wajib Pajak dalam menghitung dasar pengenaan pajak, ada beberapa tagihan yang seharusnya dikenakan PPN tetapi tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai nya, membandingkan antara Pajak Masukan yang merupakan kredit pajak dengan Pajak Keluaran yang merupakan hutang pajak, atau perhitungan tidak disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan permasalahan yang timbul dalam pelaporan adalah tidak semua penerimaan jasa yang dipungut Pajak Masukan yang bukti pungutannya berupa faktur pajak sederhana, tetapi langsung membiayakannya; dalam keterlambatan dokoumen sebagai bukti dalam Pajak Masukan dan Pajak Keluaran sehingga pelaporan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran tidak pasa masa pajak yang bersangkutan. Kemudian Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tetap harus dilaporkan pada SPT Masa yang bersangkutan. Selanjutnya dalam pembuatan faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan setelah bulan penyerahan BKP/JKP. Pada saat penyerahan BKP/JKP, PPNnya belum terutang sehingga belum dicatat dan yang dilaporkan dalam SPT Masa hanya yang terhitung saja.
D. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si penjual atau penerima uang, namun untuk mempermudah dan mempercepat pemasukan kas ke negara, sistem pemungutan, dan penyetoran dilakukan oleh pemungut PPN. Sehingga pemerintah menentukan badan – badan atau instansi yang harus melakukan pemungutan dan penyetoran PPN. Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, badan atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Artikel Terkait Lainnya
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih menunjukkan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, dimana mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN sudah dikenakan pada setiap tingkat mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar (kredit pajak) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku.
E. Sanksi – Sanksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Sanksi-sanksi yang dikenakan dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hampir sama dengan wajib pajak lainnya seperti administrasi berupa :
1. Sanksi denda
2. Sanksi bunga
3. Sanksi kenaikan
F. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai terdapat proses pencataan yang harus diperhatikan yang terdiri dari :
1. Melakukan pembalian yang PPNnya dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan.
2. Melakukan penjualan dan PPN terutang.
3. Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar atau lebih.
Dalam akuntansi komersial tidak mengatur tersendiri perilaku akuntansi khusus untuk PPN maupun PPnBM, PSAK tahun 2007 hanya mengatur Akuntansi Pajak Penghasilan. Namun demikian baik dalam akuntansi komersial maupun dalam akuntansi pajak terdapat persamaan dalam melakukan pencatatan yang harus dipersiapkan antara lain :
1. Akun pajak masukan
Untuk mencatat besarnya pajak masukan yang dibayar atau dipungut atas terjadinya transaksi pembelian
2. Akun pajak keluaran
Pada akun ini untuk mencatat pajak keluaran yang dipungut atau disetorkan ke kas Negara atas transaksi.
G. Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai timbul akibat adanya transaksi pembelian dan penjualan terhadap Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak. Apabila pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian BKP maka akan dikenakan Pajak Masukan. Selanjutnya bila PKP tersebut melakukan penjualan atas BKP tersebut maka mereka berhak untuk melakukan pemungutan PPN yang telah mereka setor sebelumnya dan hal ini merupakan Pajak Keluaran.
H. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Peraturan perundang-undangan yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, dan diubah terakhir kali dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang tersebut berlaku mulai 1 April 2010 (Fitriandi, Birowo, & aryanto, 2005: 23).
Ekualisasi Beban Pokok Penjualan dan Beban Operasional dengan DPP PPN Masukan.
Ekualisasi omzet PPh Badan dengan PPN juga sangat diperlukan sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan ke kantor pajak, agar selisih yang timbul dan penyebabnya dapat diidentifikasi lebih dini. Pembahasan yang lebih rinci dibahas pada bagian lain.