GROSS METHOD, NET METHOD, DAN GROSS UP METHOD

GROSS METHOD, NET METHOD, DAN GROSS UP METHOD

Dalam dunia akuntansi, terdapat berbagai metode yang digunakan untuk mencatat transaksi. Salah satu area yang seringkali melibatkan pemilihan metode adalah dalam pencatatan piutang dagang. Metode bruto, neto, dan gross up merupakan tiga metode yang umum digunakan dalam konteks ini.

Metode Bruto (Gross Method)

  • Pengertian: Metode bruto adalah suatu metode pencatatan piutang di mana piutang dicatat sebesar nilai nominal atau nilai bruto tanpa memperhitungkan potongan-potongan yang mungkin diberikan, seperti potongan tunai atau potongan volume. Dengan kata lain, piutang dicatat sebesar jumlah yang tertera pada faktur.

  • Contoh: Misalnya, sebuah perusahaan menjual barang dengan harga Rp1.000.000 dan memberikan potongan tunai 2% jika pembayaran dilakukan dalam 10 hari. Dengan metode bruto, piutang akan dicatat sebesar Rp1.000.000, meskipun pembeli berpotensi mendapatkan potongan jika membayar tepat waktu.

  • Kelebihan:

    • Sederhana dan mudah diterapkan.
    • Mencatat piutang sesuai dengan nilai yang tertera pada dokumen.
  • Kekurangan:

    • Tidak mencerminkan nilai aktual yang akan diterima perusahaan.
    • Membutuhkan penyesuaian tambahan jika pembeli mengambil potongan.

Metode Neto (Net Method)

  • Pengertian: Metode neto adalah kebalikan dari metode bruto. Dalam metode ini, piutang dicatat sebesar nilai bersih setelah dikurangi dengan potongan-potongan yang diperkirakan akan diambil oleh pembeli.

  • Contoh: Menggunakan contoh sebelumnya, dengan metode neto, piutang akan dicatat sebesar Rp1.000.000 dikurangi potongan tunai 2%, yaitu Rp980.000. Asumsi di sini adalah perusahaan memperkirakan pembeli akan mengambil potongan tersebut.

  • Kelebihan:

    • Mencatat piutang lebih realistis, sesuai dengan nilai yang kemungkinan akan diterima.
    • Meminimalkan penyesuaian di kemudian hari.
  • Kekurangan:

    • Membutuhkan perkiraan yang akurat mengenai potongan yang akan diambil.
    • Lebih kompleks dalam penerapannya.

Metode Gross Up

  • Pengertian: Metode gross up adalah suatu metode yang digunakan ketika perusahaan ingin memastikan bahwa jumlah yang diterima setelah dikurangi potongan sama dengan jumlah yang awalnya diharapkan. Metode ini sering digunakan dalam transaksi yang melibatkan biaya-biaya tambahan, seperti pajak atau biaya pengiriman.

  • Contoh: Misalnya, sebuah perusahaan menjual barang dengan harga pokok Rp100.000 dan ingin memperoleh laba kotor sebesar 20%. Jika ada pajak penjualan 10%, maka harga jual harus ditetapkan sebesar Rp137.50 (Rp100.000 / (1 – 20%) * (1 + 10%)). Dengan metode gross up, piutang akan dicatat sebesar Rp137.50.

  • Kelebihan:

    • Memastikan perusahaan mencapai target laba yang diinginkan.
    • Mempermudah perhitungan biaya-biaya tambahan.
  • Kekurangan:

    • Dapat membuat harga jual menjadi lebih tinggi.
    • Membutuhkan perhitungan yang lebih kompleks.
Metode Gross Up merupakan salah satu pilihan di dalam Perencanaan dan penghematan pajak yang bersifat legal. Seperti kita ketahui di dalam Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pekerja (Karyawan / Pegawai / Buruh) Kebijakan Pemotongan PPh Pasal 21 dapat dilakukan melalui 3 (tiga) bentuk :
1.             PPh Pasal 21 “Ditanggung Pekerja ( Karyawan / Pegawai / Buruh)”-Dipotong-
Berdasarkan kebijakan tersebut, juml;ah PPh Pasal 21 yang terhutang akan “ditanggung” sendiri olah  “Pekerja (Karyawan / Pegawai / Buruh) yang bersangkutan, sehingga “mengurang” Penghasilan mereka. Perihal tersebut disebut sebagai “PPh Pasal 21 Dipotong Perusahaan / Majikan.
2.             PPh Pasal 21 “Ditanggung Perusahaan” – Ditanggung –
Berdasarkan kebijakan tersebut PPh Pasal 21 “Ditanggung” Perusahaan/Majikan,sehingga  “Penghasilan Gaji / Upah” Pekerja “Tidak Berkurang”.  Penghitungan PPh Pasal 21 yang tidak dilakukan dengan Metode Gross Up maka PPh Pasal 21 yang “Ditanggung” Perusahaan tersebut tidak boleh dibebankan sebagai Biaya Perusahaan karena PPh Pasal 21 yang ditanggung Perusahaan bersifat “Beban Prive”.
3.             PPh Pasal 21 “Dalam Bentuk Tunjangan” – Ditunjang –
Berdasarkan kebijakan tersebut PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk “Tunjangan” dan tunjangan tersebut menambah Penghasilan Karyawan dan selanjutnya dipotong PPh Pasal 21.
Metode Gross Ditanggung Karyawan :
1.             Take Home Pay akan berkurang
2.             PPh yang ditanggung karyawan tidak Boleh Jadi Biaya Perusahaan
Metode Gross Ditanggung Perusahaan :
1.             Take Home Pay karyawan tetap
2.             PPh yang ditanggung Perusahaan tetap tidak Boleh Jadi Biaya Perusahaan Implikasi
Metode Gross UP : Ditunjang Perusahaan
1.             Take Home Pay Karyawan Tetap
2.             PPh yang ditanggung Perusahaan Boleh Jadi Biaya Perusahaan
http://www.scribd.com/doc/230641530/Metode-Gross-Dan-Gross-UP#scribd

Perbandingan Ketiga Metode

Metode Pencatatan Piutang Kelebihan Kekurangan
Bruto Nilai nominal Sederhana, sesuai dokumen Tidak realistis, perlu penyesuaian
Neto Nilai bersih (setelah potongan) Realistis, minimal penyesuaian Perlu perkiraan akurat, lebih kompleks
Gross up Nilai yang memastikan target laba Memastikan target laba, mudah hitung biaya tambahan Harga jual lebih tinggi, perhitungan kompleks

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode

Pemilihan metode pencatatan piutang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Kebijakan perusahaan: Setiap perusahaan memiliki kebijakan akuntansi yang berbeda-beda.
  • Besaran potongan: Jika potongan yang diberikan sangat signifikan, metode neto mungkin lebih tepat.
  • Ketidakpastian dalam mengambil potongan: Jika pembeli belum tentu akan mengambil potongan, metode bruto mungkin lebih aman.
  • Kompleksitas transaksi: Untuk transaksi yang sederhana, metode bruto mungkin cukup. Namun, untuk transaksi yang kompleks, metode neto atau gross up mungkin lebih sesuai.

Implikasi terhadap Laporan Keuangan

  • Laporan Laba Rugi:

    • Metode Bruto: Pendapatan akan dicatat sebesar nilai bruto, namun beban pokok penjualan juga akan lebih tinggi jika terdapat potongan yang diambil oleh pembeli.
    • Metode Neto: Pendapatan akan dicatat sebesar nilai neto, sehingga beban pokok penjualan akan lebih rendah.
    • Metode Gross Up: Pendapatan akan dicatat sebesar nilai yang telah dinaikkan untuk menutupi biaya-biaya tambahan.
  • Neraca:

    • Piutang Usaha: Saldo piutang usaha akan berbeda tergantung metode yang digunakan. Metode bruto akan mencatat piutang lebih tinggi dibandingkan metode neto.
    • Beban Dibayar Dimuka: Jika terdapat potongan yang diperkirakan akan diambil, maka perusahaan dapat mencatat beban dibayar dimuka untuk mengantisipasi potongan tersebut.
  • Laporan Arus Kas:

    • Pengaruh terhadap laporan arus kas terutama terlihat pada aktivitas operasi. Penerimaan kas dari pelanggan akan berbeda tergantung metode yang digunakan.

Pengelolaan Piutang Macet

  • Cadangan Piutang Tak Tertagih: Perusahaan perlu membuat cadangan piutang tak tertagih untuk mengantisipasi kemungkinan piutang yang tidak dapat ditagih. Besarnya cadangan ini akan mempengaruhi laba bersih perusahaan.
  • Penagihan Piutang: Perusahaan perlu memiliki sistem penagihan yang efektif untuk meminimalkan piutang macet.
  • Write-off Piutang: Jika piutang sudah dipastikan tidak dapat ditagih, maka piutang tersebut harus dihapuskan dari buku besar.

Perbandingan dengan Metode Akuntansi Lainnya

Metode bruto, neto, dan gross up sering dibandingkan dengan metode akuntansi lainnya, seperti metode akrual dan metode kas. Metode akrual mengakui pendapatan dan beban ketika terjadi, sedangkan metode kas mengakui pendapatan dan beban ketika kas diterima atau dibayar.

Contoh Kasus Penerapan Metode dalam Perusahaan

  • Perusahaan E-commerce:

    • Metode Neto: Cocok digunakan karena banyak pelanggan yang mengambil potongan jika pembayaran dilakukan secara online.
    • Metode Gross Up: Dapat digunakan jika perusahaan ingin menjamin margin keuntungan tertentu untuk setiap produk.
  • Perusahaan Manufaktur:

    • Metode Bruto: Cocok digunakan jika sebagian besar penjualan dilakukan secara kredit dengan jangka waktu yang panjang.
    • Metode Neto: Dapat digunakan jika perusahaan memberikan diskon volume yang besar kepada pelanggan.

Isu Kontemporer

  • Pengaruh Standar Akuntansi Internasional (IFRS): IFRS memberikan pedoman yang lebih rinci mengenai pengakuan pendapatan dan piutang.
  • Teknologi Informasi: Penggunaan sistem ERP dan software akuntansi lainnya dapat mempermudah pengelolaan piutang dan penerapan berbagai metode pencatatan.
  • Analisis Kredit: Perusahaan perlu melakukan analisis kredit terhadap calon pelanggan untuk meminimalkan risiko piutang macet.

Pemilihan metode pencatatan piutang merupakan keputusan strategis yang akan berdampak pada laporan keuangan dan kinerja perusahaan. Perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai faktor, seperti jenis bisnis, kebijakan perusahaan, dan lingkungan bisnis yang dinamis, dalam memilih metode yang paling sesuai.

Pilihan metode pencatatan piutang akan berdampak pada laporan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, pemilihan metode harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan faktor-faktor yang relevan. Tidak ada metode yang secara mutlak benar atau salah, yang terpenting adalah metode yang dipilih dapat memberikan informasi yang relevan dan akurat bagi pengguna laporan keuangan.

Analisis Rasio Keuangan untuk Mengevaluasi Pengelolaan Piutang

Setelah memahami berbagai metode pencatatan piutang, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi efektivitas pengelolaan piutang. Analisis rasio keuangan dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam hal ini. Beberapa rasio yang relevan untuk mengukur kinerja pengelolaan piutang antara lain:

  • Rasio lancar (current ratio): Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya, termasuk piutang dagang. Rasio lancar yang sehat mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki cukup likuiditas untuk mengelola piutang.
  • Rasio cepat (quick ratio): Mirip dengan rasio lancar, namun tidak memasukkan persediaan. Rasio ini memberikan gambaran yang lebih konservatif tentang likuiditas perusahaan.
  • Usia rata-rata piutang (average collection period): Menunjukkan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menagih piutang. Usia rata-rata piutang yang terlalu panjang bisa menjadi indikasi adanya masalah dalam proses penagihan atau kualitas piutang yang buruk.
  • Rasio piutang terhadap penjualan (accounts receivable turnover): Menunjukkan seberapa sering piutang diputar dalam satu periode. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi dalam pengelolaan piutang.

Pengaruh Inflasi terhadap Pencatatan Piutang

Inflasi dapat mempengaruhi nilai piutang. Jika nilai mata uang mengalami penurunan akibat inflasi, maka nilai real dari piutang juga akan menurun. Hal ini perlu diperhatikan dalam pencatatan piutang dan penyusunan cadangan piutang tak tertagih.

Perbandingan SAK dan IFRS dalam Pengaturan Piutang

  • SAK (Standar Akuntansi Keuangan): SAK merupakan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. SAK memberikan pedoman yang cukup rinci mengenai pengakuan pendapatan, piutang, dan penyusunan cadangan piutang tak tertagih.
  • IFRS (International Financial Reporting Standards): IFRS adalah standar akuntansi internasional yang digunakan oleh banyak perusahaan di seluruh dunia. IFRS umumnya lebih rinci dan kompleks dibandingkan SAK, terutama dalam hal pengakuan pendapatan dan penyajian informasi keuangan.

Pengaruh Teknologi Blockchain dalam Pengelolaan Piutang

Teknologi blockchain dapat merevolusi cara perusahaan mengelola piutang. Beberapa manfaat potensial dari penerapan blockchain dalam pengelolaan piutang antara lain:

  • Transparansi: Semua transaksi terkait piutang dapat dilacak secara transparan dan tidak dapat diubah.
  • Efisiensi: Proses penagihan dan pembayaran dapat dilakukan secara otomatis dan real-time.
  • Keamanan: Data piutang tersimpan dengan aman dalam jaringan blockchain yang terdesentralisasi.

REFERENSI

Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2019). Fundamentals of financial management. Cengage Learning.

Horngren, C. T., Sundem, G. L., Stratton, W. O., & Newbold, D. (2018). Introduction to management accounting. Pearson.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2021). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: IAI.

International Accounting Standards Board (IASB). (2021). International Financial Reporting Standards. London: IASB.

Mankiw, N. G. (2014). Macroeconomics. Worth Publishers.

Swan, M. (2015). Blockchain: Blueprint for a new economy. O’Reilly Media, Inc.

Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...