BALANCED SCORECARD
Terdiri dari dua kata (1) scorecard dan (2) balanced ; awalnya ditujukan untuk mengukur kinerja eksekutif secara berimbang. Saat ini dinilai sebagai alat manajemen modern untuk menciptakan keunggulan kompetitif secara berkesinambungan.
Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang dan menghasilkan proses manajemen seperti :
1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
2. Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Analisis Balanced Scorecard
Balanced Scorecard (BSC) adalah suatu metode pengukuran kinerja perusahaan. Dikembangkan oleh Robert S Kaplan dan David P Norton dari Harvard Business School (Kaplan dan Norton, 1996).
Terdapat kerangka kerja dengan empat perspektif agar dapat menjabarkan kinerja organisasi/perusahaan dengan baik. dapat membantu dalam menjaga kinerja saat ini dan dapat juga menunjukkan Seberapa baik kinerja organisasi di masa yang akan datang.
Sejarah Balanced Scorecard
• Ide tentang BSC diinisiasi oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam artikel berjudul “Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance”.
• Pada awalnya BSC dikembangkan sebagai sistem pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memandang organisasi dari berbagai perspektif secara simultan.
• Scorecard terdiri atas tolok ukur keuangan, kepuasan pelanggan, proses internal dan kapasitas untuk belajar dan melakukan perbaikan.
• Perkembangan selanjutnya, BSC dikembangkan untuk menghubungkan tolok ukur bisnis dengan strategi perusahaan. Hal tersebut dituangkan dalam artikel kedua “Putting the Balanced Scorecard to work” (1993).
• Dalam kajian kedua, Kaplan & Norton (1993) menjelaskan bahwa pengukuran yang efektif harus merupakan bagian yang integral dari proses manajemen. Lebih jauh lagi mereka menyarankan bahwa BSC sebagai sistem manajemen strategis dalam artikel “Using Balanced Scorecard as a strategic management system”
Keunggulan Balanced Scorecard dalam Sistem Perencanaan Strategik
Komprehensif ; memberikan informasi manajerial secara komprehensif.
Koheren ; membangun relationship visi, misi, tujuan ke dalam berbagai sasaran strategis dan membangun causal relationship di antara berbagai sasaran strategis.
Berimbang ; ada keseimbangan aspek keuangan dan non keuangan dan aspek non keuangan merupakan aspek pemacu kinerja keuangan.
Terukur ; meningkatkan Kualitas Pengelolaan Kinerja Karyawan / Personal.
Pengelolaan Kinerja Terdiri atas 5 tahap
1. Perencanaan Kinerja yang akan dicapai
2. Penetapan peran dan kompetensi inti personal dalam mewujudkan kinerja perusahaan
3. Pendesainan sistem reward berbasis kinerja
4. Pengukuran dan penilaian kinerja personal
5. Pendistribusian penghargaan berbasis pengukuran dan penilaian kinerja personal
Perspektif pengukuran BSC
1. Perspektif Finansial
Perspektif finansial digunakan sebagai suatu petunjuk apakah strategi yang digunakan memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan organisasi.
Perspektif keuangan tetap digunakan dalam Balance Scorecard, karena ukuran keuangan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi perusahaan memberikan perbaikan atau tidak bagi peningkatan keuntungan perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai pemegang saham.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu: growth, sustain, dan harvest (Kaplan dan Norton, 2001). Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula.
Growth (berkembang) adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan yang baik. Di sini manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan system, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Sustain (bertahan) adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya diarahkan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolak ukur yang kerap digunakan pada tahap ini, misalnya ROI, profit margin, dan operating ratio.
Harvest (panen) adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan adalah hal yang utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolak ukur, yaitu memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.
2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan digunakan untuk meng identifikasi kondisi pelanggan yang ditargetkan Oleh perusahaan atau organisasi dalam suatu persaingan bisnis. Fokus terhadap kepuasan pelanggan guna meningkatkan citra dan loyalitasnya kepada perusahaan.
Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya konsumen focus dan konsumen satisfaction. Perspektif ini merupakan leading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik.
Oleh Kaplan dan Norton (2001) perspektif pelanggan dibagi menjadi dua kelompok pengukuran, yaitu: customer core measurement dan customer value prepositions. Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
a. Market Share (pangsa pasar); Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
b. Customer Retention (retensi pelanggan); Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.
c. Customer Acquisition (akuisisi pelanggan); mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
d. Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan); Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition.
e. Customer Profitability (profitabilitas pelanggan); mengukur keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penjualan produk/jasa kepada konsumen.
Sedangkan Customer Value Proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core value proposition yang didasarkan pada atribut sebagai berikut:
• Product/service attributes
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan. Selanjutnya pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut.
• Konsumen relationship
Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan dengan masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen yang penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasan mereka.
• Image and reputasi
Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
3. Perspektif Proses Internal Bisnis
Perspektif ini digunakan untuk mengidentifikasi proses-proses bisnis yang bersifat kritis/penting baik Untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif pelanggan) maupun bagi tujuan peningkatan nilai finansial (perspektif finansial).
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis value-chain. Disini manajemen mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar.
Kaplan dan Norton (1996) membagi proses bisnis internal ke dalam tiga tahapan, yaitu:
Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilat tambah bagi pelanggan.
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian marketing sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar).
Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian : 1) proses pembuatan produk, dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas, dan biaya.
Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, misalnya penanganan garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolak ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini mengidentifikasi tujuan dan ukuran (measurement) untuk proses pembelajaran dan pertumbuhan organisasi.
Proses ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan kinerja jangka panjang. Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Yang termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, system, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Inilah alasan mengapa perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization).
Dalam perspektif ini, ada factor-faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu :
Kapabilitas pekerja
Dalam hal ini manajemen dituntut untuk memperbaiki pemikiran pegawai terhadap organisasi, yaitu bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Kapabilitas system informasi
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
Motivasi, kekuasaan dan keselarasan
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Upaya tersebut perlu didukung dengan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Selain itu, upaya tersebut juga harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus yang sejalan dengan tujuan organisasi.
Dari keempat perspektif tersebut terdapat hubungan sebab akibat yang merupakan penjabaran tujuan dan pengukuran dari masing-masing perspektif. Hubungan berbagai sasaran strategic yang dihasilkan dalam perencanaan strategic dengan kerangka Balanced Scorecard menjanjikan peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan. Kemampuan ini sangat diperlukan oleh perusahaan yang memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.
Untuk tiap perspektif dalam BSC terdapat empat penilaian yang perlu diperhatikan :
Tujuan (Objectives): Tujuan umum atau strategi yang ingin dicapai, misalnya peningkatan citra jurusan
Indikator (measures): Parameter atau ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan.
Inisiatif (Initiatives): Pemikiran atau proyek yang diinisialisasi untuk memenuhi tujuan
Target