Mencegah Pengambilalihan Sebelum Proses Pengambilalihan Terjadi

Mencegah Pengambilalihan Sebelum Proses Pengambilalihan Terjadi

Dalam dunia bisnis yang kompetitif, perusahaan seringkali menghadapi ancaman pengambilalihan yang tidak diinginkan. Pengambilalihan (takeover) terjadi ketika suatu perusahaan mengambil kendali atas perusahaan lain, baik secara paksa maupun melalui kesepakatan bersama. Untuk mencegah pengambilalihan yang merugikan, perusahaan dapat menerapkan berbagai strategi pencegahan, bahkan sebelum proses pengambilalihan dimulai. Strategi-strategi ini dapat dikelompokkan dalam lingkup akuntansi dan strategi non-akuntansi.

Strategi Pencegahan dalam Lingkup Akuntansi:

  • Memperkuat Struktur Modal:

    • Meningkatkan Ekuitas: Meningkatkan ekuitas membuat perusahaan menjadi target yang lebih mahal dan kurang menarik bagi calon pengambil alih.
    • Mengeluarkan Saham Preferen: Saham preferen dapat memberikan hak suara khusus kepada pemegang saham tertentu, sehingga mempersulit pengambil alih untuk mendapatkan kendali mayoritas.
    • Membatasi Hutang: Rasio hutang yang tinggi dapat membuat perusahaan rentan terhadap pengambilalihan. Dengan membatasi hutang, perusahaan dapat menunjukkan stabilitas keuangan dan mengurangi daya tarik bagi pengambil alih.
  • Manipulasi Laporan Keuangan:

    • Menunda Pengakuan Pendapatan: Menunda pengakuan pendapatan dapat membuat kinerja keuangan perusahaan terlihat kurang menarik bagi calon pengambil alih.
    • Meningkatkan Cadangan Kerugian: Cadangan kerugian yang besar dapat mengurangi laba bersih dan membuat perusahaan tampak kurang menguntungkan.
    • Menilai Aset secara Konservatif: Menilai aset secara konservatif dapat menurunkan nilai buku perusahaan dan membuatnya kurang menarik bagi pengambil alih.

Penting untuk dicatat bahwa manipulasi laporan keuangan harus dilakukan dalam batas-batas yang etis dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Manipulasi yang berlebihan dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang.

Strategi Pencegahan Non-Akuntansi:

  • Perjanjian Pemegang Saham: Perjanjian ini dapat membatasi kemampuan pemegang saham untuk menjual saham mereka kepada pihak ketiga, atau memberikan hak penolakan pertama kepada perusahaan atau pemegang saham lainnya.
  • Jaringan Pertahanan dengan Perusahaan Lain: Perusahaan dapat membentuk aliansi strategis dengan perusahaan lain untuk saling melindungi dari pengambilalihan.
  • Hubungan Investor yang Baik: Membangun hubungan yang kuat dengan investor dapat membantu mencegah pengambilalihan yang tidak diinginkan. Investor yang puas cenderung tidak akan menjual saham mereka kepada calon pengambil alih.
  • Strategi “Poison Pill”: Strategi ini dirancang untuk membuat pengambilalihan menjadi sangat mahal atau sulit bagi calon pengambil alih. Contohnya termasuk penerbitan hak beli saham baru dengan harga diskon kepada pemegang saham existing, atau pemberian hutang yang jatuh tempo jika terjadi pengambilalihan.
  • “Golden Parachute”: Memberikan kompensasi yang besar kepada manajemen puncak jika terjadi pengambilalihan. Hal ini dapat membuat pengambilalihan menjadi lebih mahal dan kurang menarik.

Mencegah pengambilalihan yang tidak diinginkan merupakan langkah penting bagi perusahaan untuk menjaga kemandirian dan keberlanjutan bisnis. Dengan menerapkan strategi pencegahan yang tepat, baik dalam lingkup akuntansi maupun non-akuntansi, perusahaan dapat memperkuat posisinya dan mengurangi risiko pengambilalihan.

Selain strategi yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa strategi lain yang dapat dipertimbangkan:

1. Menerapkan Akuntansi Konservatif:

  • Pengakuan Pendapatan yang Ketat: Menggunakan metode pengakuan pendapatan yang konservatif, seperti metode persentase penyelesaian untuk proyek jangka panjang, dapat mengurangi laba bersih dan membuat perusahaan tampak kurang menarik bagi calon pengambil alih.
  • Penilaian Aset yang Hati-hati: Menghindari penilaian aset yang agresif dan menggunakan estimasi yang konservatif untuk penyusutan dan amortisasi aset dapat menurunkan nilai buku perusahaan.
  • Pengakuan Beban yang Lebih Awal: Mengakui beban di muka, seperti biaya restrukturisasi atau biaya pengembangan produk, dapat mengurangi laba bersih pada periode berjalan.

2. Memanfaatkan Kebijakan Dividen:

  • Membayar Dividen Tunai yang Tinggi: Membayar dividen tunai yang tinggi dapat mengurangi kas yang tersedia bagi calon pengambil alih untuk membiayai akuisisi.
  • Melakukan Pembelian Kembali Saham (Stock Buyback): Membeli kembali saham dapat meningkatkan harga saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar, sehingga mempersulit pengambil alihan.

3. Transaksi dengan Pihak Terkait:

  • Membentuk Joint Venture: Membentuk joint venture dengan perusahaan lain dapat menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dan mempersulit pengambilalihan.
  • Melakukan Transaksi Lisensi: Memberikan lisensi atas teknologi atau merek dagang kepada perusahaan lain dapat meningkatkan pendapatan dan menciptakan ketergantungan, sehingga mengurangi daya tarik perusahaan sebagai target akuisisi.

4. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas:

  • Meningkatkan Kualitas Pengungkapan: Menyediakan informasi yang lengkap dan transparan dalam laporan keuangan dapat meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi ketidakpastian, yang dapat menjadi faktor pendorong pengambilalihan.
  • Memperkuat Tata Kelola Perusahaan: Menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik, seperti dewan direksi yang independen dan sistem pengendalian internal yang efektif, dapat meningkatkan akuntabilitas dan mengurangi risiko pengambilalihan yang tidak diinginkan.

Corporate charter mengacu kepada aturan tata kelola perusahaan. Perusahaan umumnya mengamandemen corporate charter untuk membuat akuisisi menjadi lebih sulit. Classified board. Dalam unclassified board of director, pemegang saham memilih seluruh komisaris dan direksi setiap tahunnya sedangkan dalam classified board hanya sebagian komisaris dan direksi yang dipilih setiap tahunnya. Classified board meningkatkan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan yang akan mengambil alih untuk memperoleh kursi komisaris dan direksi secara mayoritas sehingga tidak dapat mengganti manajemen perusahaan target secara cepat.

Supermajority Provision. Corporate charter menentukan jumlah persentase voting shares yang diperlukan untuk menyetujui transaksi-transaksi perusahaan yang penting misalnya merjer, umumnya dua pertiga harus setuju. Provisi ini membuat akuisisi menjadi sulit. Golden parachute. Istilah ini mengacu kepada paket remunasi yang sangat luar biasa besar yang diberikan kepada manajemen apabila terjadi pengambilalihan perusahaan. Golden parachute akan mencegah terjadinya pengambilalihan karena meningkatkan biaya akuisisi.

Poison pills adalah taktik defensif yang modern yang dikembangkan oleh Martin Lipton di awal tahun 1980-an. Tidak ada definisi tunggal terkait dengan poison pills. Poison pills menyebabkan persentase kepemilikan perusahaan yang akan mengambil alih turun secara drastis di perusahaan target. Hal ini terjadi pada saat perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain dan membiayai pengambilalihan dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan mejadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat. Apabila manajemen target firm tidak menginginkan merger atau mempertimbangkan bahwa harga yang ditawarkan dalam proses merger terlalu rendah sehingga mereka akan cenderung bersikap defensif. Takeover defensif atau pertahanan terhadap pengambilalihan pada dasarnya adalah strategi-strategi yang dijalankan oleh target firm untuk bertahan terhadap pengambilalihan paksa. Terdapat cara-cara yang digunakan antara lain :

  • White knight : strategi pertahanan terhadap pengambilalihan dimana target firm menemukan pengakuisisian lain yang dapat diterima olehnya ketimbang pengakuisisian lain yang dapat diterima olehnya ketimbang pengakuisisian yang terdahulu, sehingga kedua perusahaan pengakuisisian tersebut akan berkompetisi untuk mengambil alih target firm.
  • Poison pill : merupakan strategi pertahanan terhadap pengambilalihan dimana perusahaan akan menerbitkan sekuritas-sekuritas yang memberikan kepada para pemegangnya sebuah hak yang akan berlalu efektif pada waktu terjadi proses pengambilalihan. Hal ini membuat perusahaan menjadi kurang disukai oleh perusahaan pengakuisisian.
  • Greenmail : merupakan strategi pertahanan terhadap pengambilalihan dimana target firm membeli kembali sahamnya dalam jumlah yang relatif besar dari satu atau lebih pemegang saham melalui negosiasi pribadi. Saham dibeli dengan harga saham diatas rata-rata. Hal ini dilakukan untuk usaha pengambilalihan paksa oleh pemegang saham yang bersangkutan.
  • Leveraged capitalization : merupakan strategi pertahanan terhadap pengambilalihan dimana target firm membayar dividen tunai dari uang yang didapat atau didanai oleh hutang. Sehingga dapat meningkatkan financial leverage dari perusahaan yang bersangkutan dan membuat pengakuisisian menjadi kurang tertarik terhadap perusahaan itu.
  • Golden parachutes : merupakan strategi pertahanan terhadap pengambilalihan dimana terdapat sebuah persyaratan tersendiri dalam kontrak kepegawaian para eksekutif kunci perusahaan yang menyebutkan bahwa akan ada kompensasi yang cukup besar apabila perusahaan diambil alih oleh perusahaan lain. Sehingga pengakuisisian akan berpikir dua kali karena terdapat arus kas yang keluar cukup besar dan membuat proses pengambilalihan menjadi kurang aktraktif bagi perusahaan.
  • Shark repllents : sebuah amandemen anti pengambilalihan yang dilakukan pada corporate charter yang membatasi kemampuan perusahaan untuk mengalihkan kontrol manajerial ke perusahaan pengakuisisian yang biasanya terjadi pada merger.

REFERENSI

  • Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2019). Fundamentals of financial management. Cengage Learning.
  • Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305-360.
Anda mungkin juga berminat
Comments
Loading...